Kamis, 08 Desember 2011

RADJA#satu#part 1

# Satu # part 1

Hari Ini ku dendangkan
Lagu yang ingin ku nyanyikan
Terkenang semua kenangan
Yang tlah ku alami
Berlari dan terus bernyanyi
Mengikuti irama sang mentari
Tertawa dan slalu ceria
Berikan ku arti hidup ini


        “ARRIO YUHHUUUU!!! ARRIO MAI HONI BONI SWITI!!(Arrio my honey banny sweety) ” sebuah panggilan sukses membuat si empunya nama ditambah ketiga temannya yang saat itu tengah berada di TKP jadi bergidik ngeri. Pasalnya yang mememanggil ini bukan cewek cantik ataupun cewek manis, cowok ganteng pun bukan. Yah bisa dibilang yang memanggil ini cewek kagak, cowok pun masih dipertanyakan. Serba nggak jelas deh hehehe
        “ARRIO AA’ ONAS DATENG NIH!! YUHUUU ARRIO!!!” panggilan rada nyeleneh bin ajaib itu terdengar kembali membuat bulu kuduk yang notabene dijadikan target utama meremang.
        “Huhhh itu anak pasti kambuh lagi gilanya.” desah Arrio pelan namun masih dapat di dengar teman-temannya.
        Dari jarak yang lumayan jauh seorang cowok –emm anggep aja begitu- dengan style rambut harajuku, ditambah mata sipit dengan kulit putih bersih bak pualam lengkap dengan tubuh yang bisa dianggap proporsional berlari ala film india menghampiri Arrio cs yang sedang menikmati menu breakfast di kantin. Tapi sebelum sampai di meja yang dituju … JBRUG!!! … Naas ia terpelanting sodara-sodara, dan aduh bibirnya berhasil mencium lantai dengan indahnya. Teman-temannya yang melihat dari kejauhan ketawa terbahak-bahak. Cowok tersebut berusaha bangkit dengan gaya yang dibikin se-cool mungkin sambil berusaha menahan sakit di badannya. Ia nyengir memperlihatkan sederetan giginya yang rapi. Setelahnya ia menatap ke arah si penulis yang tengah menikmati semangkuk bubur ayam di pojok ruangan. “Huhhh penulis dong-dong masa gue diciptain jadi tokoh yang geje gini sih”umpatnya. Si penulis hanya tersenyum. “Dinikmati aja Nas, Emmm nyam nyam bubur ayam nya enak loh.”
        Jonas mendengus sebal kemudian meneruskan aksi berlari ala film indianya yang belum selesai. “ARRIO AA’ ONAS DATENG NIH!!!”teriaknya lagi membuat Ibu Kantin beserta para pengikutnya ketawa ngakak. Bahkan Bu Wida sampai hampir kencing di celana dibuatnya. Dasar Jonas!!!
        “Apaan sih lo Nas, jijik tau gue ngeliat lo!” cetus Arrio pedas saat Jonas duduk tepat dihadapannya.
        Jonas manyun. “Lo pikir gue seneng apa diciptakan jadi makhluk geje bin ajaib seperti ini! Salahin noh penulisnya!!!”
        “Lo juga sih Nas, ngapain coba ngikutin kemauan penulis kita yang aneh nan geje itu!” komentar Radhit menyalahkan sebelum akhirnya cowok itu membetulkan letak kacamatanya.
        “Betul itu kata Radhit!”bela Andro.        
        “Yaelah kok kalian pada ngomong kayak gitu sih. Nanti kalau gue nggak ngikutin kemauan si penulis trus gue dipecat dari cerita ini gimana? Emang kalian nggak merasa kehilangan apa?” ucap Jonas dengan tampang melas.
        “ENGGAKKK!!!” jawab RADJA minus Jonas kompak.
        Jonas tambah manyun sambil bertopang dagu.
        Namun tiba-tiba sodara matanya bersinar-sinar seperti bintang saat mendapati segelas Cappucino hangat dihadapan Andro. Yupz Cappucino memang salah satu minuman favorit Jonas, setelah coklat panas tentunya. Dan asal kalian tahu moto hidupnya kalau ketemu Cappucino atau coklat panas adalah ‘sekali lihat langsung embat’.
        Jonas melayangkan tangannya mendekati gelas Cappucino milik Andro dengan mata dipenuhi ribuan bintang, namanya juga Jonas moto hidupnya adalah…. Baca sendiri ya dia atas, hahaha. Namun sepertinya dewa fortuna –emang ada ya?- sedang tidak berpihak kepadanyakarena sebelum ia sempat menyentuh gelas tersebut Andro yang merupakan pemilik sah keburu mengambil dan meneguknya hingga habis. Hal tersebut kontan membuat mata Jonas melotot dengan mulut ternganga lebar.
        “Cappucino gue…”ucap Jonas miris.
        “Lebay lo Nas lagipula cappucino-nya kan punya gue bukan punya lo, gelasnya juga punya gue bukan punya lo kenapa elo sedih kayak gitu.” cibir Andro.
        “Tapi…tapi…cappucino gue…”ratapnya lagi dengan muka memelas, kata penulis sih mirip muka temennya hahaaha.
        Arrio tetap bergaya sok cool sambil terus membalas sms yang masuk ke dalam inboxnya, maklum dia sedang membantu Zia, sahabatnya yang sedang mengerjakan ulangan nun jauh di sana. Sedangkan Radhit dan Andro malah cekikikan melihat tingkah Jonas yang emang aneh bin ajaib itu.
        “Nanti gue beliin Nas.”sahut Dirga akhirnya sambil menutup komik yang telah selesai dibacanya.
        Jonas mengulum senyum. “Beneran ya Ga?” tanya Jonas memastikan dengan nada memaksa.
        “Hmmm.”
        Bola mata Jonas kembali berpijar terang.
        “Hahahaha dasar Misterpuccino.” sindir Andro
        “Bentar deh Nas,” potong Radhit “lo kok bisa kesini? PR matematika lo udah selesai?”
        Jonas menepuk kepalanya pelan seakan habis teringat sesuatu. “Duh lupa, gue kesini Cuma mau ngasih tau, Pak Handi udah datang.” 
        “WHAT???” teriak Arrio dan kawan-kawan kompak.
        “Serius lo Nas?” sambung Radhit.
        Jonas mengangguk-anggukkan kepalanya. “So, kita mau ngapain sekarang?” tanyanya dengan tampang polos.
        “Arghhh bego lo Nas, kenapa nggak ngomong daritadi! Ayo kita cabut!” Arrio memberikan aba-aba kemudian berlari diikuti Radhit, Dirga, Andro dan yang terakhir tentu saja Jonas.
        Jonas berusaha menyejajarkan langkahnya dengan Dirga. “Ga, Dirga shu…t shu…t “
        Dirga menoleh pada Jonas yang telah ada di sampingnya. “Apa?”
        “Cappucino buat gue mana?” tagih Jonas.
        “Ya ampun Jo disaat genting seperti ini lo masih sempet-sempetnya mikirin cappuccino.” Dirga tak habis pikir.
        “Wo lha iya Jonas gitu si misterpucci…”
        JBRUGG!!! Jonas sukses menubrukkan badannya ke tiang penyangga atap kantin. Arrio dkk spontan menghentikan larinya kemudian menolh kea rah Jonas yang masih sempoyongan dengan kupu-kupu di kepalanya.
        “Ngapain lo Nas?” pertanyaan itu meluncur dengan manis dari bibir Andro.
        “Makanya kalo jalan pakai mata!” omel Radhit.
        “Pikiran lo sih Nas isinya cappuccino melulu.” Dirga ikut memojokkan.
        “Udah-ugah.” Lerai Arrio. “Lo masih kuat lari kan Nas?”
        Jonas menjawab dengan acungan dua jempol.
        “Ya udah ayo nanti keburu dihukum lagi sama Pak Handi.”
        Kelima sekawan tersebut kembali berlari tunggang langgang seperti dikejar anjing rabies. Melewati bangku-bangku panjang, pot bunga yang malang melintang di pinggir koridor dan segala macam barang yang menghambat lagkah mereka layaknya pemain parkur yang handal. Beberapa guru yang sedang melewati koridor kelas dua belas mereka lewati dengan tak lupa menyapa, cukup sopan bukan untuk murid yang tergolong bandug seperti mereka.

dadah sampai jumpa di part selanjutnya ya . . .

Tidak ada komentar:

Posting Komentar